Seorang anak pasti selalu merindukan ibunya. Di mana pun ia berada, ia pasti akan teringat kepada wanita yang telah melahirkannya ke dunia. Itulah yang juga dirasakan oleh Tono dalam cerpen berjudul ‘’Mencari Wajah Ibu’’ yang ditulis oleh Angel Li. Angel Li merupakan pemenang I lomba menulis cerpen nasional yang diselenggarakan oleh PT Rohto Laboratories Indonesia tahun 2009. Dalam cerpen ini dikisahkan bahwa Tono adalah seorang peminta-minta yang setiap hari telah terbiasa menghirup udara Jakarta yang selalu bercampur debu tebal dan asap knalpot di jalanan. Tubuhnya legam oleh sengatan matahari dengan pakaiannya yang lusuh penuh tambalan. Setiap kali lampu merah, maka ia dan teman-temannya akan segera berlarian memburu kendaraan-kendaraan yang berhenti berharap mereka mau memberikan se-keping uang receh.
Dengan semakin bertambahnya usia, Tono mulai berpikir tentang asal-usulnya. Ia ingin tahu siapa ibu yang telah melahirkannya. Namun setiap kali ia bertanya pada orang-orang terdekatnya, tak ada seorang pun yang tahu siapa ibunya. Mereka hanya tahu kalau Tono dibuang ibunya saat masih bayi, sembilan tahun yang lalu. Hingga Mbah Upik menemukannya dan memeliharanya hingga kini. Tapi Tono tetap ingin mengetahui di mana ibu kandungnya. Setiap hari ia mencari tak kenal lelah dan bertanya pada orang-orang yang ia temui di jalan-jalan. Namun tak seorang pun mengenali ibunya. Tono sedih sekali.
Sampai akhirnya Tono merasa pencariannya itu hanya sia-sia. Dalam suasana hati yang berduka dan diliputi kesedihan mendalam, ia bertemu dengan seorang pelukis bernama Pak Ghali. Tono pun meminta Pak Ghali bersedia melukiskan wajah dirinya dan mau menggantungkan lukisan itu di depan toko. Tono berharap suatu saat ibu kandungnya akan melihat lukisan itu dan mengenali dirinya sebagai anaknya. Namun Pak Ghali memberi saran kepada Tono untuk melukiskan wajah ibunya saja. Tono terheran, melukis wajah ibunya? Bagaimana caranya? Sementara ia dan Pak Ghali tak tahu seperti apa raut wajah ibunya. Kata Pak Ghali wajah ibunya pasti mirip dengan wajahnya. Tono pun setuju. Apalagi setelah lukisan itu selesai, Tono benar-benar takjub memandang lukisan ibunya itu. Wajah lukisan itu benar-benar mirip dengan wajahnya dengan rambut hitam yang disanggul. Dengan memandang lukisan itu, Tono merasa seperti telah menemukan ibunya.
Kemudian ada lagi cerpen berjudul ‘’Patung Ibu’’ yang merupakan pemenang ke-2. Cerpen ini berkisah tentang seorang anak bernama Tania yang takut kehilangan ibunya. Rasa takut itu mulai menghantuinya saat ia bermimpi melihat ibunya bertemu dengan ayahnya yang telah enam tahun menghilang setelah badai menenggelamkan kapal yang ditumpangi ayahnya. Tania selalu bersedih manakala melihat ibunya sering berbicara sendirian seperti orang hilang akal. Sampai akhirnya Tania benar-benar kehilangan ibunya.
Cerpen pemenang ke-3 berjudul ‘’Tiga Perempuan dalam Hitam’’. Cerpen ini berkisah tentang seorang ibu yang tidak peduli terhadap anaknya yang gila akibat ketidaksanggupannya menerima kenyataan bahwa ayahnya telah meninggal dunia. Sejak itu ia senang sekali dengan warna hitam, hingga seluruh penghuni rumah harus mengenakan pakaian berwarna hitam supaya kematian ayahnya selalu di-kenang oleh semua orang. Kalau keinginannya itu tidak dituruti, ia akan marah dan mengamuk. Namun sayangnya ibunya tetap tak mempedulikannya.
Sungguh cerpen-cerpen dalam antologi dengan sampul warna orange ini sangat memikat dengan tema-tema unik yang jarang diangkat penulis kebanyakan. Bahasanya indah dengan alur cerita yang tidak mudah ditebak dan selalu memberikan kejutan-kejutan tak terduga di ending cerita. Cerpen-cerpen antologi ini sangat istimewa karena merupakan pemenang lomba yang terpilih setelah melewati serangkaian penjurian ekstra ketat dari 6000 naskah yang masuk.
0 komentar:
Posting Komentar