“Selamat pagi, Bunda!” Sapaku pada Bunda.
“Pagi juga, nduk, loh udah berangkat toh? Ndak sarapan dulu?” Tanya Bunda.
“Ndak usah Bund, aku berangkat dulu!” Kucium tangan Bundaku Assalamualaikum!”
“Wa’alaikum salam”
****
Hari ini kusambut pagi dengan semangat karena hari ini adalah hari pertamaku masuk SMA, exicited banget!.
Tak terasa akupun tiba di depan sekolahku. Sudah banyak siswa yang datang, tapi tak ada satupun diantara mereka yang aku kenal. Bel masuk berbunyi , aku pun masuk kelas dan berkenalan dengan teman-teman beruku, tak butuh waktu lama, aku pun sudah akrab dengan teman-teman baruku.
Kakak-kakak OSIS pun masuk kelas, setelah memperkenalkan diri, kak OSIS pun mengabsen kami satu per satu .
“Alfian Dwi Cahya, Budi Kusuma, Cindra Kirana. . .” Sembari menunggu namaku dipanggil aku mengobrol dengan teman sebangku ku.
“ . . .Langit El Farizy” Deg! Terhenyak aku mendengar nama itu. Ku edarkan pandangan ku ke seluruh kelas mencari si empunya nama. Sia-sia tak ada seorang pun yang mengangkat tangan untuk menjawab panggilan itu.
“Dia belum hadir” Seorang temannya pun menjaawab.
Pikiranku pun memutar kemali memori indah bersama seorang “Langit” ku
****
“Langit. . .”
”Jingga. . . “
Awal perkenalan ku dengan seorang Langit, kakak kelasku yang amat ku kagumi. Langit yang baik, pintar, anak band, kapten basket, dan cakep pastinya yang bukan aku saja seorang pengagumnya. Tapi aku tak peduli, ku tetap mengaguminya.
Langit sangat baik padaku, dia menghargaiku Langit yang baik, Langit yang supel, Langit yang lucu tak pernah membuat aku jenuh untuk bersama Langit.
“Ngomongin apa ni, enaknya kak?” Tanyaku pada Langitku.
“Ehm apa ya? Gimana kalau kita ngomongin cowok Jingga?” Jawabnya bercanda.
“Gak punya cowok aku”
“Karena aku nunggu kakak”
“Hahahahahahahaha”
Dia tertawa lepas mendengar jawabanku, aku pun tertawa. Dia tak tahu celetukan ku itu adalah ungkapan hatiku yang sebenarnya,tapi dia menggangap itu sebuah lelucon.
Langit selalu bersamaku, baik suka maupun duka . Dia mengingatkanku jika aku salah , dia selalu mengigatkanku untuk sholat, berdoa, dan Tahajjud saat aku akan menghadapi UNAS, kita selalu sharing hal-hal kecil, hingga dia menggangapku seorang Adek. Hari demi hari, bulan demi bulan, hingga 3 tahun lebih kulewati bersamanya dan tetap ku pendam rasa ku padanya.
Hingga suatu hari. . .
“Kakak itu kemana aja ? Gak pernah sms?”
“Ma’af. . .ma’af dek, soalnya hp ku dibawa Risa”
“Risa? Siapa kak?”
“Hehehehe Ceweku, Dek”
Cewek? Sakit rasa pertama yang ku rasa saat dia mengucapkannya, Langit telah punya warna lain selain Jingga. Penantianku selama 3 tahun ternyata sia-sia. Dia hanya menggangapku sebatas ADEK dan gak lebih.
Ku coba tutupi sakitku demi kebahagiannya. Ku coba melapangkan hati dan sabar. Aku ingin hatiku lega, akhirnya ku ungkapkan rasaku melalui pesan singkat.
Sulit banget merasakannya.
Dunia ini pun pasti takkan percaya.
Langit telah punya warna indah selain Jingga.
Langit tak mungkin tahu jika Jingga terluka.
Jingga telah pudar luntur bersama hujan.
Jingga terluka, Langit tak perrnah menyadari jika Jingga selalu menantinya, hadir dipermukaan Langit hingga menjadi Indah. Tapi tak apa Jingga pun akan tetap indah.
-Jingga Sayang Langit-
Ku lupakan cintaku yang sementara itu untuk lebih belajar arti hidup dan cinta yang sebenarnya, aku akan terus berusaha dan. . .
“R. Jingga Permata!” kakak OSIS telah memanggil untuk ke tiga kalinnya dan suara-suara teman baruku yang membuyarkan lamunanku.
“R. Jingga Permata!” Ulang kakak OSIS ke empat kalinya.
“Eh Hadir kak!” Jawabku, kaget.
“Jangan melamun, dek. Baru hari pertama kok udah gak konsen” Tegur kak OSIS.
“Sini kamu pindah !” Suruh kak OSIS.
“Iya kak” Jawabku asal.
Aku pun pindah duduk dengan seorang cowok putih, cakep yang sepertinya baru datang. Ku ulurkan tanganku padannya.
“Jingga”
“Langit”
Hah!
0 komentar:
Posting Komentar